Latar Belakang Kebutuhan Modal
Saat ini, pemerintah desa di seluruh Indonesia tengah mengakselerasi pembentukan Koperasi Desa Merah Putih. Koperasi ini dimaksudkan sebagai wadah ekonomi desa yang beranggotakan warga desa setempat. Namun, realitas di lapangan menunjukkan banyak koperasi baru yang belum memiliki modal cukup untuk menjalankan usaha seperti pengadaan sembako, simpan pinjam, pergudangan, hingga klinik desa. Karena itu, skema permodalan himbara dengan skema pinjaman dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menjadi solusi nyata untuk mendukung perputaran ekonomi desa.
Mekanisme Persetujuan Kepala Desa
Berdasarkan Permendesa PDTT No. 10 Tahun 2025, setiap pinjaman yang diajukan KDMP wajib mendapatkan persetujuan kepala desa. Mekanisme ini tidak dilakukan sepihak, melainkan melalui musyawarah desa yang melibatkan perangkat desa, pengurus koperasi, serta tokoh masyarakat. Selain itu, pengurus KDMP wajib menyusun proposal rencana bisnis yang paling sedikit memuat rencana kegiatan usaha, anggaran biaya, tahapan pencairan pinjaman, serta rencana pengembalian pinjaman. Proposal inilah yang menjadi dasar kajian dan bahan pertimbangan kepala desa. Kepala desa berkewajiban melakukan kajian atas proposal tersebut sebelum memberikan persetujuan, termasuk memastikan bahwa usaha koperasi sesuai dengan potensi desa dan mampu mengembalikan pinjaman.
Dukungan Dana Desa untuk Pengembalian Pinjaman
Dalam tahap awal usaha, risiko keterlambatan pembayaran cicilan pinjaman sangat mungkin terjadi. Untuk mengantisipasi hal ini, Permendesa memberikan ruang penggunaan Dana Desa sebagai Dukungan Pengembalian Pinjaman. Namun perlu ditekankan, Dana Desa hanya boleh digunakan apabila KDMP tidak memiliki cukup dana untuk membayar cicilan pokok dan bunga pinjaman yang jatuh tempo. Artinya, dukungan ini bersifat pencadangan, bukan dana operasional harian koperasi. Besarannya maksimal 30% dari pagu Dana Desa per tahun.
Kewajiban Imbal Jasa untuk Desa
Sebagai konsekuensi dari dukungan desa, koperasi diwajibkan memberikan imbal jasa minimal 20% dari keuntungan bersih setiap tahun. Realitasnya, aturan ini menjadi cara agar desa ikut merasakan manfaat ekonomi langsung dari berkembangnya usaha koperasi. Dana tersebut masuk sebagai pendapatan sah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan penggunaannya diputuskan kembali melalui musyawarah desa.
Contoh Penerapan Skema Permodalan Himbara di Lapangan
Sebagai ilustrasi nyata, jika sebuah desa memiliki pagu Dana Desa sebesar Rp1 miliar, maka maksimal dukungan pengembalian pinjaman yang bisa diberikan adalah Rp300 juta per tahun. Dengan skema ini, koperasi dapat lebih leluasa mengakses pinjaman dari bank Himbara hingga Rp1 miliar atau lebih, karena terdapat jaminan dukungan dari pemerintah desa. Selanjutnya, ketika usaha koperasi mulai menghasilkan, desa juga memperoleh imbal jasa minimal 20% dari laba bersih. Skema Permodalan Himbara menunjukkan bahwa keberhasilan koperasi akan langsung berkontribusi pada pembangunan desa, bukan hanya pada penguatan usaha anggota koperasi.