Dalam beberapa waktu terakhir, wacana pembentukan 70.000 Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes) oleh Kementerian Koperasi dan UKM memunculkan berbagai tanggapan dari masyarakat desa. Sebagian melihatnya sebagai bentuk tumpang tindih dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), sementara sebagian lainnya menilai keberadaan Kopdes dapat membuka peluang sinergi yang saling menguatkan.
Untuk memahami lebih dalam, penting terlebih dahulu melihat bagaimana keduanya dirancang sebagai penggerak ekonomi lokal.
BUMDes dan Kopdes: Dua Entitas, Satu Tujuan
BUMDes, yang lahir melalui Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014, merupakan lembaga usaha desa yang dibentuk dan dimiliki oleh pemerintah desa. Tujuannya adalah mengelola potensi ekonomi lokal demi kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, Koperasi Merah Putih hadir sebagai inisiatif nasional untuk memperkuat peran koperasi sebagai soko guru perekonomian rakyat dengan pendekatan yang lebih terstruktur dan modern.
Meski secara kelembagaan berbedaââ¬âBUMDes berada di bawah pemerintah desa, sementara koperasi berbadan hukum otonomââ¬âkeduanya memiliki tujuan serupa: mendorong kemandirian ekonomi desa. Dengan kesamaan misi tersebut, terbuka ruang kolaborasi yang dapat mempercepat pembangunan ekonomi berbasis komunitas.
Peluang Kolaborasi Strategis
Daripada memandang Kopdes sebagai ancaman, pendekatan kolaboratif antara BUMDes dan Kopdes justru bisa menjadi kekuatan baru bagi ekonomi desa. Kolaborasi ini bisa diwujudkan melalui berbagai strategi berikut:
1. Penguatan Rantai Pasok dan Agregasi Produk
Kopdes dapat berfungsi sebagai agregator produk pertanian atau kerajinan dari desa, sementara BUMDes menyediakan sarana produksi, gudang, atau transportasi. Dengan demikian, Kopdes dan BUMDes saling melengkapi dalam ekosistem distribusi. Sinergi ini akan menciptakan efisiensi sekaligus memperluas pasar produk desa.
2, Layanan Keuangan Mikro dan Permodalan Usaha Desa
BUMDes yang menjalankan unit simpan pinjam dapat berkolaborasi dengan Kopdes untuk memperluas akses pembiayaan usaha kecil di desa, khususnya untuk petani, nelayan, atau pelaku UMKM lokal. Kolaborasi ini penting dalam menjawab kebutuhan masyarakat terhadap pembiayaan yang mudah, murah, dan terjangkau.
3. Pengembangan Unit Usaha Bersama
Kolaborasi dapat diwujudkan dalam bentuk pendirian usaha bersama, seperti pengelolaan BUMDes Mart yang menyuplai produk-produk dari Kopdes, atau pengelolaan wisata desa dengan skema investasi bersama. Hal ini akan mendorong munculnya ekosistem bisnis yang saling menopang antarunit usaha desa.
4. Peningkatan Kapasitas SDM dan Tata Kelola
Kedua lembaga dapat bersinergi dalam pelatihan manajerial, akuntansi, hingga digitalisasi sistem keuangan dan pemasaran. Dengan penguatan kapasitas ini, profesionalisme pengelolaan usaha desa akan semakin meningkat.
5. Penyelarasan Regulasi dan Kelembagaan
Pemerintah daerah dapat memfasilitasi integrasi kelembagaan dengan membangun peta jalan kolaborasi dan memastikan tidak terjadi tumpang tindih fungsi, melainkan sinergi peran. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, koordinasi antara dua lembaga ini bisa lebih harmonis dan berorientasi hasil.
Tantangan yang Perlu Diantisipasi
- Meski memiliki banyak peluang, kolaborasi antara BUMDes dan Kopdes tidak terlepas dari tantangan. Di antaranya adalah:
- Potensi persaingan antar lembaga jika tidak dikelola dengan visi yang sama.
- Keterbatasan pemahaman dan kapasitas SDM di tingkat desa mengenai perbedaan dan kesamaan peran kedua entitas.
- Minimnya regulasi yang mengatur secara rinci pola kerja sama antara BUMDes dan koperasi.
Tantangan-tantangan ini tentu perlu disikapi dengan pendekatan kolaboratif, komunikasi intensif, serta penguatan kapasitas kelembagaan di tingkat akar rumput.
Daripada memunculkan dikotomi antara BUMDes dan Kopdes, pendekatan kolaboratif justru menjadi jalan tengah yang lebih produktif. Pemerintah desa, pelaku BUMDes, dan calon pengelola Kopdes perlu membuka ruang dialog dan menyusun peta jalan kolaborasi yang berpihak pada kepentingan warga desa.
Dengan kata lain, BUMDes dan Kopdes bukan untuk dipertentangkan, tetapi untuk disinergikan. Jika dikelola secara tepat, kolaborasi ini akan menjadi motor baru penggerak ekonomi desa yang lebih inklusif, berdaulat, dan berkelanjutan.