Program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih merupakan salah satu strategi penting pemerintah dalam memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat desa. Melalui pendekatan yang terstruktur dan berbasis data, inisiatif ini bertujuan membangun, mengembangkan, dan merevitalisasi koperasi di tingkat desa dan kelurahan. Dengan mengangkat semangat gotong royong dan kedaulatan ekonomi, koperasi desa diharapkan menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi lokal yang inklusif dan berkelanjutan.
Langkah pertama dari program ini adalah membangun koperasi baru di desa-desa yang belum memiliki koperasi. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM serta BPS yang diolah pada 13 April 2025, tercatat bahwa ada 64.766 kelompok masyarakat strategis seperti gabungan kelompok tani (Gapoktan), kelompok pemuda, dan kelompok wanita tani yang memiliki potensi untuk membentuk koperasi. Lebih lanjut, terdapat 69.698 desa yang belum memiliki Koperasi Unit Desa (KUD) dan 52.381 desa lainnya tidak memiliki bentuk koperasi sama sekali, baik itu KUD, Kopinkra, koperasi simpan pinjam, maupun koperasi jenis lain. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pengembangan koperasi di Indonesia sangat besar, terutama di wilayah pedesaan. Pendirian koperasi baru di desa akan memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat, menciptakan lapangan kerja, serta mendorong pertumbuhan usaha lokal.
Strategi kedua adalah mengembangkan koperasi yang sudah ada, namun belum berjalan optimal. Saat ini, Indonesia memiliki 176.008 koperasi, terdiri dari 130.119 koperasi aktif dan 45.889 koperasi tidak aktif. Dari jumlah tersebut, 51.505 koperasi aktif berada di desa. Sementara itu, jumlah KUD yang masih aktif hanya mencapai 5.297 unit. Ironisnya, masih terdapat 46.208 koperasi non-aktif yang tersebar di desa-desa, yang terdiri dari 33.482 koperasi simpan pinjam (KSP/Kospin), 2.510 koperasi industri dan kerajinan rakyat (Kopinkra), serta 10.216 koperasi lain. Oleh karena itu, penguatan kelembagaan koperasi yang sudah berdiri menjadi sangat penting. Pendampingan manajemen, perbaikan tata kelola, serta digitalisasi koperasi menjadi bagian dari strategi ini agar koperasi dapat kembali aktif dan produktif.
Pendekatan ketiga adalah revitalisasi koperasi yang tidak aktif. Banyak koperasi yang secara administratif masih tercatat, namun berhenti beroperasi karena berbagai faktor, seperti manajemen yang lemah, tidak adanya regenerasi kepemimpinan, hingga lemahnya model bisnis. Data menunjukkan terdapat 4.615 KUD non-aktif di Indonesia. Di sisi lain, terdapat 62.464 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) aktif yang tersebar di 75.265 desa. Hal ini membuka peluang besar untuk sinergi antara koperasi dan BUMDes. Kolaborasi atau integrasi kelembagaan keduanya dapat menjadi solusi efektif dalam menghidupkan kembali koperasi yang tidak aktif, sekaligus memperluas cakupan layanan ekonomi bagi warga desa.
Secara keseluruhan, program Koperasi Desa Merah Putih menempatkan koperasi sebagai pilar penting dalam pengembangan ekonomi kerakyatan. Dengan membangun koperasi baru, mengembangkan koperasi eksisting, dan merevitalisasi koperasi yang tidak aktif, pemerintah berupaya menciptakan ekosistem koperasi desa yang sehat, berdaya saing, dan berkelanjutan. Program ini tidak hanya menjawab tantangan ekonomi di desa, tetapi juga menjadi gerakan nasional untuk mewujudkan kemandirian ekonomi Indonesia dari bawah.
Keberhasilan program ini sangat bergantung pada sinergi semua pihak, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, lembaga keuangan, hingga masyarakat desa itu sendiri. Melalui semangat koperasi dan gotong royong, desa bisa menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional. Koperasi Desa Merah Putih bukan hanya program, tetapi gerakan kolektif membangun Indonesia yang kuat dan mandiri dari akar rumput.